Berpaling tadah menyertai pejuang Indonesia Komarudin

Ketika tentera Belanda kembali ke Indonesia untuk melancarkan serangan balas menuntut kembali jajahan yang merdeka diam-diam, Komarudin datang ke Garut bersama dua orang askar Jepun bernama Hasegawa (nama rahsia: Abubakar) dan Masahiro Aoki (nama rahsia: Usman) dari Bandung yang sama berpaling tadah menyertai Tentara Nasional Indonesia. Mereka berperang secara gerila dalam kelompok yang dijuluki "Pasukan Pangeran Papak" dari Markas Besar Gerilya Galunggung (MBGG) pimpinan Mayor Kosasih yang bermarkas di Kecamatan Wanaraja, Garut.[4] Mereka bertiga dipuji kemampuan pertempuran mereka.[4] Pasukan disertai mereka bertiga juga pernah ikut berperang dalam peristiwa Bandung Lautan Api.[4] Komarudin juga tercatat pernah menggagalkan upaya Belanda merebut Wanaraja dengan menghancurkan Jembatan Cimanuk.[3]

Ditangkap tentera Belanda

Ketika Belanda menyerang Garut, kelompok Pasukan Pangeran Papak bertugas mengamankan wilayah tersebut. Namun karena kekuatan Belanda terlalu besar, Pasukan Pangeran Papak terpaksa mundur. Komarudin, Hasegawa dan Masahiro bersembunyi tetapi akhirnya ketiga-tiga mereka bersama seorang pejuang Indonesia yang bernama Djoehan ditangkap di Gunung Dora berikutan maklumat mata-mata Belanda.[3] Pada tanggal 10 Ogos 1949, Komarudin, Abubakar, dan Usman dihukum bunuh di Kerkhoff, Garut.[4] Sementara itu, Djoehana dihukum penjara seumur hidup di LP Cipinang.[3]

Mayat mereka bertiga disemadikan dimakamkan di TPU Pasir Pogor, lalu tahun 1975 dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Tenjolaya, Garut.[2] Komarudin yang telah berkahwin sebelum itu meninggalkan seorang anak laki-laki.[2]